Film Harmoni di Jakarta Film Week 2024
Jakarta, 25 Oktober 2024– Film Harmoni merupakan film bergenre fiksi garapan Rekam Film dan Terasmitra yang disupport oleh Global Environment Facility (GEF) Small Grants Programme (SGP) Indonesia dan UNDP (United Nations Development Programme). Film ini terinspirasi dari kisah nyata tentang dua petani. Made, seorang Petani rumput laut di Nusa Lembongan, Bali. Dirinya bersikeras tetap mempertahankan usaha bertani rumput lautnya, ditengah masifnya sektor pariwisata yang merusak kelestarian ekosistem laut. Sementara itu jauh di pelosok daerah Transmigrasi, Tuwarno seorang Petani Jagung di Desa Saritani, Gorontalo harus menghadapi bencana kekeringan akibat kemarau Panjang. Melalui film ini, kita bisa melihat bagaimana kedua sosok ini berusaha menghadapi krisis akibat adanya industri pariwisata dan perubahan iklim yang terjadi.
Film Harmoni berkesempatan masuk dalam Kompetisi Direction Award di Jakarta Film Week 2024 (JFW) yang diselenggarakan dari tanggal 23-27 Oktober 2024 lalu. Film Harmoni sendiri tayang pada tanggal 25 Oktober 2024 pukul 16.00 WIB di CGV Grand Indonesia, Jakarta. JFW 2024 sendiri memutar 140 film yang berasal dari 55 negara di seluruh dunia dengan beberapa kategori penghargaar, seperti Global Feature Award, Direction Award, Jakarta Fund Award, Global Short Award, Global Animation award, dan Series of The Year Award.
Setelah Dalam sesi Q&A, Yuda Kurniawan, sang Sutradara Film Harmoni menceritakan bahwa film ini dibuat karena kegelisahannya terhadap apa yang terjadi beberapa dekade terakhir ini. Sebagai anak seorang petani, Yuda Kurniawan menyampaikan bahwa musim tanam, musim panen, dan musim hujan semakin tidak bisa ditebak. Hal ini sangat berdampak bukan hanya pada keluarganya yang sangat menggantungkan hidup dari hasil pertanian tapi juga seluruh petani. Semua ini jelas karena dampak perubahan iklim yang kemudian memicu pemanasan global.
Di sisi lain, Yuda Kurniawan Selain juga menyoroti krisis lingkungan yang dialami oleh petani rumput laut di Pulau Nusa Lembongan, karena masifnya pembangunan lahan untuk pariwisata. Tentu saja hal ini mempengaruhi keseimbangan ekologi, hilangnya lahan pertanian, degradasi ekosistem, sampai meningkatnya limbah yang dihasilkan karena pariwisata. Keadaan ini bahkan dialami oleh kru film, karena sulitnya mencari tempat shooting untuk menggambarkan cerita dari film ini.
“Mirisnya, kami bahkan kesulitan mencari lokasi shooting. Lokasi yang kami pakai ini menggunakan salah satu lahan yang sudah dijual kepada investor akan tetapi belum dibangun menjadi lahan bisnis,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ekskutif Produser Film Harmoni, Catharina Dwihastarini menjelaskan bahwa film Harmoni ini mengangkat kisah nyata yang didasarkan pada salah satu buku terbitan Terasmitra dan GEF SGP Indonesia fase 6 yang berjudul “Sangia, Hui, Sang Hyang Dollar, dan Para Pembaca Bintang” pada tahun 2021. Buku ini merupakan salah satu publikasi pengalaman dan pengetahuan masyarakat lokal serta pengelolaan kekayaan alam di Wakatobi, Semau, Nusa Penida, dan Gorontalo.
Catharina Dwihastarini juga mengharapkan, melalui Film Harmoni ini dapat menjadi pembelajaran dan kita bisa lebih merenungi bahwa perubahan iklim bukan hanya masalah alam, tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai manusia.
Editor: Amelia Rina Nogo de Ornay_TM